Agus Salim tokoh brilian, dianggap brilian karena dalam prosesnya dia merupakan seoarang politikus yang pandai berdiplomasi, seorang jurnalis, dan penulis tulen.
Sewaktu kecil, Agus Salim mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) dan lanjut ke Hogere Burgerschool (HBS) di Batavia, di mana ia lulus pada 1903 dengan nilai tertinggi di seluruh Hindia Belanda.
Dikancah internasional, dia dijuluki sebagai The Grand Old Man karena kemampuannya menguasai tujuh bahasa sekaligus, diantaranya bahasa Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman.

Haji Agus Salim – pejuang kemerdekaan yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 27 Desember 1961, melalui Keppres Nomor 657 tahun 1961.
Pada Tahun 1930 Sjahrir dengan Agus Salim berbeda pendapat dalam setiap pertemuan. Kisah ini seringkali diceritakan oleh Rocky Gerung saat menghantam habis lawan bicaranya di stasiun TV. Rocky Gerung tidak pernah membahas kisah ini secara detail.
Saya ingin membahasnya sedikit detail. Suatu ketika Sjahrir dkk mendengar kabar bahwa Agus Salim akan memberikan pidato dalam sebuah rapat. Sjahrir dkk kemudian datang ke rapat tersebut dengan tujuan ingin menjatuhkan mental Agus Salim.
Setiap kalimat yang disampaikan dalam pidatonya, Sjahrir selalu meresponya dengan “mbek..mbek..” begitulah olok-olokan yang ditunjukan oleh Sjahrir. Diejek dengan suara kambing karena Agus Salim terkenal dengan tokoh yang memiliki jenggot dan kumis yang panjang.
Tidak senang dengan perlakukan Sjahrir, saat ditengah pidatonya, Agus Salim mengangakat tangannya dan memberikan anekdot brilian “saya sangat senang, karena yang hadir dalam rapat ini tidak hanya manusia namun ada kambing-kambing juga yang ikut hadir”. Sontak para hadirin terbahak-bahak.
“sayangnya para kambing-kambing tidak menguasai bahasa manusia, untuk itu saya mempersilahkan keluar sebentar sambil memakan rumput diluar. Saya juga menguasai banyak bahasa termasuk Bahasa hewan (kambing). Kalian akan saya panggil kembali ketika saya selesai pidato. dan kembali berpidato dengan bahasa kambing. Sebab dalam islam kambing juga memiliki amanah.
Kisah diatas diceritakan oleh Sjahrir dalam buku yang berjudul “100 tahun Haji Agus Salim (1994)” dan diterbitkan oleh sinar harapan. Bagi Sjahrir, itu merupakan kekalahan terbesarnya atas Agus Salim.
Agus Salim vs Muso
Saat forum Sarekat Islam, Agus Salim kembali dipertemukan dengan Muso yang merupakan tokoh Sarekat Islam. Dalam pidatonya, Muso memberikan olok-olokan kepada Agus Salim. “tuan-tuan sekalian, hewan apa yang berjenggot panjang?” Sontak hadirin menjawab dengan serentak. “Kambinggg!!!”
“Kalau yang berkumis?”, hadirin pun lalu ramai menyahut, “kucing!” Muso sepertinya salah memilih lawan.
Agus Salim membalas ejekan Muso dalam pidatonya “tuan-tuan, hewan apa yang tidak memiliki jenggot dan kumis (kebetulan Muso tidak berkumis dan berjenggot?”
Mendengar pertanyaan dari Agus Salim yang berdiri diatas podium, para hadirin ternyata lebih riuh seraya serempak menyahut dengan menyebut nama hewan, “anjing!”. Muso hanya terdiam, dia tak bisa melakukan ungkapan ‘kick’ balik kepada Agus Salim. Pertemuan kemudian dilanjutkan seperti biasa.
Kecerdasan yang dibalut dengan keberanian dan ketenangan itulah, Agus Salim dianggap sebagai Singa bagi lawannya saat dalam forum.
Asap Kretek dan kedaulatan
Agus salim menjadi salah satu delegasi konferensi meja bundar. Hasil dari konferensi bundar sangat mempengaruhi kedaulatan bangsa indonesia.
Saat konferensi berlangsung, Agus Salim menyalakan rokok-nya. Karena rokok-nya kretek secara otomatis bau-nya sangat menyengat. Orangorang dalam konferensi tersebut sangat terganggu. Akhirnya, salah seorang Belanda menegur Agus Salim. “hay Tuan tolong matikan rokokmu, ini adalah tempat terhormat”.
Dengan santun dan tenang Agus salim kemudian menjawab “apa yang dimaksud tuan tempat terhormat?”. Jawab orang Belanda tersebut “ini adalah tempat formal dan disini tidak dizinkan untuk merokok”.
Agus Salim kemudian menjawab, “tuan tau, tembakau ini berasal dari Deli, cengkeh ini berasal dari Sulawesi dan lada ini berasal dari Lampung. Semua komoditas tadi menjadi alasan tuan-tuan berlayar di negeri kami dan menjajah negeri kami. Kalau tidak ada komoditas tadi, apakah tuan-tuan mau melakukan hal itu?”.
Karena merasa terpojok, orang belanda tetap menjawab, “tapi tempat ini tetap saja dilarang merokok”. Inilah detik-detik jawaban iconik dari Agus Salim.
“iyah saya memang tidak terhormat dan kami tidak pandai membuat tempat terhormat untuk tuan-tuan sekalian. Tetapi kami sangat pandai beramah-tamah dan mempersilahkan tuan-tuan untuk menjarah negeri kami selama ratusan tahun. Maka dari itu, akui saja kedaulatan kami sehingga tuan tidak bertemu dengan orang tidak terhormat seperti saya. Apakah hal tadi tidak cukup mengajarkan tuan-tuan sekalian untuk merasa malu?”.
Akhirnya, Belanda mengakui Indonesia sebagai Republik Indonesia Serikat (RIS) saat itu.
Penulis: Subhan Akbar Saidi
Editor: Wale Mukadar