Yogyakarta (02/07/2024) – Kontroversi terkait pengukuran lahan di Nagori Perlanaan, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun, antara PT KAI dan masyarakat pemilik lahan, kini mendapat berbagai sorotan. Warga telah memprotes keras melalui Kantor Desa Perlanaan pada Rabu, 19 Juni 2024, silam.
Polemik ini mendapat perhatian serius dari aktivis perempuan asal Simalungun, Putri Dwi Kusuma. Mahasiswi program studi Pengembangan Masyarakat Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menegaskan bahwa seharusnya pengulu atau kepala desa sebagai pimpinan harus lebih teliti dan jeli terhadap surat yang dilayangkan oleh PT KAI.
“Karena jabatan yang diemban itu sangat berpengaruh terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. Apalagi ini masalah keberlangsungan hidup mereka, tidak boleh semena-mena dalam mengambil kebijakan, dan otoriter terhadap kebijakannya,” kata Putri Dwi Kusuma.
Lebih lanjut, aktivis perempuan yang lahir dan dibesarkan di Huta VI Pasar Pagi Perlanaan, Kecamatan Bandar, itu memaparkan bahwa apa yang membuat masyarakat marah ialah kepala desa membuat kesepakatan sendiri dengan pihak KAI tanpa adanya musyawarah dengan masyarakat.
“Surat kesepakatan yang berisikan tujuh lembar sudah ditandatangani oleh kepala desa, dan ketika ditanyakan masyarakat apa itu isi suratnya, kepala desa menjawab tidak tahu. Beliau hanya menyampaikan kata maaf dan khilaf,” ujarnya.
Putri menilai kepala desa mengambil keputusan sepihak tanpa melakukan musyawarah mufakat terhadap masyarakat. Padahal, lanjutnya, posisi kepala desa sebagai prinsip kepemimpinan kepala desa, berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 Pasal 26, adalah bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
“Bahwasanya kepala desa dalam kewenangan, harus musyawarah mufakat, tetapi dalam hal ini kepala desa mengambil sepihak tanpa adanya musyawarah mufakat,” lanjutnya.
Putri menganalisa bahwa kericuhan yang disertai demonstrasi oleh warga Perlanaan di Balai Kantor Desa Nagori Perlanaan dipicu akibat pematokan plang kepemilikan tanah oleh PT KAI tersebut. Akibat dari hal tersebut, masyarakat Perlanaan menanyakan kepada pihak kepala desa. Tidak menghasilkan penyelesaian, maka pada hari Rabu, 19 Juni 2024, pemerintah Nagori Perlanaan mengadakan dialog langsung dengan masyarakat yang dihadiri oleh camat Bandar, kepala desa, dan kepala stasiun PT Kereta Api Perlanaan.
“Ini menjadi persoalan yang rumit karena PT KAI memasang plang kepemilikan tanah tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat sehingga masyarakat kebingungan akan hal itu dan melakukan protes di kantor balai desa Perlanaan,” katanya.

Ratusan warga memprotes penandatangan surat pengukuran lahan yang diklaim milik PT. KAI di Kantor Pangulu Perlanaan – (Gambar:BaraPos)
Di samping itu, kepala desa Perlanaan, Tri Jaka, ketika dimintai keterangan terkait plang tersebut, mengatakan kehilafannya atas penandatanganan surat yang diduga persetujuan atas aset PT KAI yang dibuktikan dengan peta kepemilikan atas tanah tersebut. Banyak masyarakat yang protes karena mereka sudah tinggal di situ puluhan tahun dan ada juga yang sudah memiliki sertifikat atas tanahnya tersebut.
“Ini yang menjadi timbulnya kericuhan di dalam masyarakat sehingga pertemuan di Balai Nagori tanpa menghasilkan penyelesaian sama sekali, akibat memanasnya masyarakat atas penjelasan-penjelasan dari pihak PT KAI dan kepala desa,” pungkasnya.
Ada dugaan juga dari masyarakat bahwa ada unsur lobi-lobi atau unsur KKN antara pihak PT KAI dan kepala desa. Ini harus segera diselesaikan karena banyak masyarakat yang dirugikan atas tanahnya sendiri. Maka dari itu, pemerintah harus bijak dalam mengambil setiap kebijakan agar masyarakat tidak tertindas dan mendapatkan keadilan.
Warga juga berteriak agar Tri Jaka sebagai kepala desa Perlanaan turun dari jabatannya karena diduga tidak mengayomi warganya.
Penulis: Putri Dwi Kusuma