Bengkulu (15/02/2025) – Rencana perubahan nama “Bumi Rafflesia” menjadi “Bumi Merah Putih” di Provinsi Bengkulu menuai penolakan dari berbagai pihak. Ketua Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Provinsi Bengkulu Yogyakarta (IKPMPB-Y), Fhareza Alvindo, menilai pergantian tersebut kurang memiliki dasar yang kuat dan tidak mendesak untuk dilakukan. Menurutnya, alih-alih fokus pada perubahan nama, pemerintah seharusnya lebih mengutamakan pengembangan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) di Bengkulu yang masih tertinggal.
Sejarah “Bumi Rafflesia” sendiri sangat lekat dengan identitas Bengkulu. Nama ini merujuk pada bunga langka Rafflesia arnoldii, yang merupakan ikon provinsi ini dan dikenal sebagai bunga terbesar di dunia. Dengan identitas yang telah terbangun kuat selama bertahun-tahun, perubahan menjadi “Bumi Merah Putih” dianggap kurang relevan dan tidak mencerminkan kekhasan daerah Bengkulu.
Alasan utama yang melatarbelakangi perubahan nama ini adalah karena Bengkulu merupakan tanah kelahiran Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno dan penjahit bendera pusaka merah putih. Namun, menurut Fhareza, alasan ini kurang kuat, karena proses penjahitan bendera merah putih terjadi di Jakarta, bukan di Bengkulu. Oleh sebab itu, menjadikan faktor tersebut sebagai dasar utama pergantian nama dianggap tidak cukup kuat dan kurang memperhatikan aspek sejarah serta budaya Bengkulu secara menyeluruh.
“Seharusnya pemerintah lebih fokus pada pengembangan infrastruktur, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat Bengkulu ketimbang mengurus perubahan nama yang sama sekali tidak memiliki urgensi,” ujar Fhareza dalam pernyataannya. Ia juga menambahkan bahwa perubahan nama ini seharusnya melalui kajian yang lebih komprehensif dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Lebih lanjut, Fhareza mengusulkan agar pemerintah menggelar diskusi publik yang melibatkan tokoh masyarakat adat, akademisi, mahasiswa, serta berbagai elemen lainnya. Menurutnya, keputusan perubahan nama ini tidak boleh hanya diputuskan oleh segelintir orang tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat luas. Bengkulu, yang masih tertinggal dalam hal infrastruktur dan indeks pembangunan manusia (IPM), lebih membutuhkan perhatian pada aspek pembangunan ketimbang perubahan simbolik semata.
Berdasarkan data terbaru, IPM Provinsi Bengkulu pada tahun 2024 mencapai 74,91, meningkat 0,61 poin atau 0,82% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 74,30. Meskipun terjadi peningkatan, peringkat IPM Provinsi Bengkulu di tingkat nasional masih berada di posisi ke-15. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak aspek pembangunan yang harus dibenahi agar kesejahteraan masyarakat Bengkulu dapat meningkat secara signifikan.
Wacana perubahan nama ini memang telah memicu berbagai respons dari masyarakat Bengkulu. Banyak yang mempertanyakan urgensi dari perubahan tersebut dan khawatir bahwa hal ini hanya akan menjadi proyek simbolik tanpa dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kritik dari berbagai pihak, diharapkan pemerintah dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan dan lebih memprioritaskan kebijakan yang berorientasi pada kemajuan daerah Bengkulu.
Sebagai provinsi yang kaya akan potensi alam dan budaya, Bengkulu memiliki tantangan besar dalam meningkatkan daya saingnya. Oleh karena itu, daripada menghabiskan energi pada perubahan nama, akan lebih bermanfaat jika pemerintah daerah lebih fokus pada pengelolaan sumber daya yang ada, peningkatan kualitas pendidikan, pembangunan infrastruktur, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, Bengkulu dapat berkembang menjadi provinsi yang lebih maju dan sejahtera tanpa harus kehilangan identitasnya sebagai “Bumi Rafflesia”.