Pada 2019, masyarakat Hong Kong turun ke jalan dalam protes besar untuk mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi yang mereka rasa terancam oleh RUU Ekstradisi. RUU ini memungkinkan tersangka kriminal diekstradisi ke negara atau wilayah lain, termasuk Tiongkok, yang tidak memiliki kesepakatan ekstradisi formal dengan Hong Kong. Bagi warga Hong Kong, ini bukan hanya tentang sistem hukum, tetapi ancaman nyata terhadap kebebasan demokratis yang dijamin oleh prinsip “satu negara, dua sistem.” Kekhawatiran utama adalah risiko penindasan politik dan pembatasan kebebasan berpendapat, yang merupakan inti dari sistem demokrasi.
Robert Entman, seorang ahli komunikasi, memperkenalkan konsep analisis framing untuk menjelaskan bagaimana media membentuk persepsi publik terhadap suatu isu. Menurut Entman, framing adalah cara memilih dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas sehingga membentuk pemahaman tertentu pada audiens. Dalam analisisnya, ia membagi framing menjadi empat elemen:
Define Problems
Dari sudut pandang demokrasi, RUU Ekstradisi dipandang sebagai pelanggaran serius terhadap hak-hak sipil warga Hong Kong. Di bawah prinsip demokrasi, kebebasan berpendapat dan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan adalah hak mendasar. Banyak warga melihat RUU ini sebagai ancaman terhadap kebebasan berkumpul dan berekspresi, yang selama ini dilindungi. Protes ini mencerminkan ketidakpuasan yang lebih dalam terhadap pemerintah Hong Kong dan Tiongkok, yang dinilai mencoba mempengaruhi kebijakan internal Hong Kong untuk kepentingan politik mereka. Bagi masyarakat, protes ini adalah bentuk perlindungan terhadap hak-hak dasar yang telah lama diperjuangkan.
Hong Kong Free Press menyoroti bahwa ancaman terhadap demokrasi ini menjadi alasan utama protes, yang tidak hanya berfokus pada penolakan terhadap RUU, tetapi juga pada tuntutan reformasi demokrasi yang lebih mendalam. Para pengunjuk rasa melihat RUU ini sebagai upaya sistematis untuk mengikis kebebasan sipil, sehingga menjadi ancaman terhadap hak-hak demokratis yang telah lama mereka nikmati.
Diagnose Cause
RUU Ekstradisi menjadi pemicu utama yang memicu gelombang protes. Dalam perspektif demokrasi, upaya pemerintah mengesahkan RUU ini menunjukkan pengabaian terhadap aspirasi rakyat dan ketidakpedulian terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Parlemen Hong Kong dan Kepala Eksekutif Carrie Lam dianggap sebagai sosok yang paling bertanggung jawab atas krisis ini. Keputusan mereka untuk terus mendukung RUU ini dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat yang mereka wakili. Banyak yang merasa bahwa tindakan pemerintah mencerminkan pemerintahan yang otoriter, yang siap mengorbankan kebebasan publik demi kepentingan politik.
Bagi masyarakat Hong Kong, kekhawatiran ini tidak sekadar teori. Mereka menyaksikan bagaimana pemerintah Tiongkok menerapkan kontrol ketat terhadap kebebasan berpendapat di wilayahnya. Dengan diberlakukannya RUU Ekstradisi, banyak yang khawatir bahwa metode serupa dapat digunakan untuk menghukum kritikus atau aktivis Hong Kong di pengadilan Tiongkok, yang dikenal dengan proses hukum yang kurang transparan dan cenderung berat sebelah. Hal ini memicu rasa tidak aman, karena warga merasa bahwa hak-hak mereka sebagai masyarakat demokratis sedang dirampas.
Make Moral Judgement
Dalam analisis moral, prinsip-prinsip demokrasi yang menjamin kebebasan dan perlindungan hukum menjadi standar etis yang diperjuangkan masyarakat Hong Kong. Hong Kong Free Press menyoroti bagaimana protes ini tidak hanya sebatas tuntutan politik, tetapi juga menjadi perjuangan moral untuk mempertahankan nilai-nilai keadilan dan kebebasan dari penyalahgunaan kekuasaan. RUU Ekstradisi dianggap sebagai ancaman serius terhadap hak-hak yang dijamin secara konstitusional, dan menekan kebebasan untuk berbicara, berkumpul, dan mengekspresikan diri tanpa rasa takut. Media ini menggambarkan bahwa tindakan pemerintah Hong Kong, khususnya Carrie Lam, adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip moral demokrasi yang mengutamakan keadilan dan transparansi. Dengan mengesahkan RUU ini, pemerintah dinilai mengabaikan kewajiban untuk melindungi hak-hak rakyatnya dari campur tangan asing. Penentangan terhadap RUU ini pun dianggap sebagai sikap moral yang sah dan mendasar bagi warga yang menginginkan perlindungan hukum yang adil dan transparan.
Treatment Recommendation
Solusi yang disarankan adalah mencabut RUU Ekstradisi sepenuhnya. Dari perspektif demokrasi, mencabut RUU ini adalah langkah pertama untuk meredakan ketegangan dan menunjukkan bahwa pemerintah menghargai aspirasi rakyat. Hong Kong Free Press menegaskan bahwa menghapus RUU ini dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan menunjukkan komitmen nyata terhadap nilai-nilai demokrasi.
Selain itu, pencabutan RUU juga dilihat sebagai upaya untuk mengembalikan integritas pemerintah Hong Kong sebagai pihak yang netral dan tidak tunduk pada tekanan politik dari Tiongkok. Dengan mendengarkan suara rakyat, pemerintah dapat menunjukkan bahwa mereka benar-benar melayani kepentingan publik dan menghormati kebebasan sipil serta hak asasi manusia yang merupakan esensi dari demokrasi itu sendiri.
Dalam konteks protes di Hong Kong, media Hong Kong Free Press menggunakan framing untuk menyoroti ancaman demokrasi yang muncul akibat RUU Ekstradisi, mengidentifikasi pemerintah sebagai penyebab, memberikan penilaian moral terhadap kebijakan yang merugikan rakyat, dan merekomendasikan pencabutan RUU sebagai solusi. Framing ini bertujuan memengaruhi opini publik agar mendukung gerakan protes sebagai upaya mempertahankan demokrasi dan kebebasan.
Penulis: Zulfadli Karnaini Adha – Mahasiswa Hubungan Internasional UTY